- Back to Home »
- Awal mula sejarah BRA
Jumat, 26 Juli 2013
JEJAK
pemakaian kutang/bra dimulai sejak abad ke-3 ketika para perempuan
Romawi membebatkan semacam perban untuk membungkus dada mereka saat
berolahraga.
Cikal-bakal bra
seperti yang kita kenal sekarang diluncurkan kali pertama di Paris,
Prancis, pada 1889. desain bra modern itu dibuat oleh seorang pengusaha
pakaian bernama Herminie Cardolle. Bentuknya masih menyerupai korset,
pendahulu bra. Bedanya, Cardolle membagi pakaian dalam perempuan itu
menjadi dua bagian, perut dan dada. Brassiere yang merupakan akar kata
dari bra kali pertama digunakan oleh majalah Vogue pada 1907. Meski
cikal-bakalnya sudah ada, perempuan di masa itu lebih memilih mengenakan
korset. Kebiasaan ini sempat hilang ketika Perang dunia I.
Pasalnya,
industri militer negara-negara yang terlibat perang, membutuhkan banyak
logam untuk memproduksi peralatan perang. Logam pada korset harus
dialih-fungsikan untuk kebutuhan yang dianggap jauh lebih mendesak itu.
Pada 1917, Bernard Baruch, Ketua dewan Industri Perang Amerika secara
khusus meminta para perempuan untuk meninggalkan kebiasaan mereka
mengenakan korset.
Pemakaian
korset pada dasarnya membahayakan kesehatan. Meski membentuk tubuh
seorang perempuan sesuai standar kecantikan di masa itu, korset membuat
susah bernapas, dan pada beberapa kasus ekstrim menyebabkan terjadinya
dislokasi organ. Tak sulit bagi perempuan untuk meninggalkan kebiasaan
yang sungguh menyiksa tersebut. Hasilnya, sebanyak 28.000 ton logam
berhasil “dialih-fungsikan” untuk keperluan industri perang. Jumlah itu
cukup untuk membuat dua buah kapal perang besar.
Perempuan
harus menemukan alternatif untuk membungkus dada mereka. Pada saat
inilah Mary Phelps Jacob, seorang sosialita Amerika, mulai
memperkenalkan bra modern yang pertama pada 1910. Jacob bermaksud
menghadiri sebuah pesta besar dengan mengenakan sebuah gaun malam tipis
berpotongan dada rendah. Rangka korset dari tulang ikan hiu yang hendak
dikenakannya mengganggu keindahan gaun yang dipersiapkan sejak jauh
hari. Bersama salah seorang pelayannya, dia membuat pakaian dalam dari
dua saputangan sutra yang disatukan dengan pita merah muda. desain ini
kemudian menjadi populer di lingkaran pergaulan Jacobs dan kemudian
dipatenkan pada 1914.
Tren
fashion kemudian bergeser dari bentuk tubuh montok (yang dimodifikasi
dengan menggunakan korset) ke bentuk tubuh kurus dengan dada rata. Gaya
yang dianggap modern saat itu adalah gaya busana perempuan yang dibuat
praktis tanpa menggunakan banyak bahan dan membuat perempuan lebih mudah
bergerak. Pergeseran tren ini diikuti kian aktifnya perempuan di
berbagai lapangan pekerjaan. Perempuan yang mengikuti fashion, yang
dianggap mencerminkan pemberontakan itu, kemudian lazim disebut flapper.
Bra dengan bentuk modern ini kemudian mulai diproduksi secara massal
pada 1920-аn. Tapi produksi masal itu belum memperhatikan ukuran
individual masing-masing perempuan. Barulah pada 1922 perempuan bisa
mengenakan kutang dengan lebih nyaman ketika Ida dan William Rosenthal
merevolusi bentuk bra.
Mereka
menciptakan ukuran baku bra yang terdiri dari lingkar linear rusuk dan
ukuran volume dada (cup size) dengan menggunakan abjad (A, B, C, d, dan
seterusnya). Ukuran A sama dengan delapan ons cairan, sementara B setara
dengan 13 ons, dan C sama dengan 21, dan seterusnya. Ida dan William
kemudian mendirikan perusahaan bra Maidenform yang beroleh kesuksesan
luar biasa dan menjadikan pasangan Rosenthal jutawan. Maidenform masih
berdiri hingga sekarang.
Bra
menjadi bagian dari busana sehari-hari perempuan hingga muncul revolusi
pemikiran tentang peran perempuan. di Amerika, revolusi ini dimulai
ketika buku Feminine Mystique karya Betty Friedan terbit pada 1963. Buku
itu mempertanyakan peran perempuan, yang seolah dikembalikan ke ranah
domestik oleh sistem masyarakat ketika itu.
Hal
ini berlanjut hingga 1970-аn di mana protes atas ikon-ikon yang
dianggap mengekang perempuan dipertanyakan oleh kaum feminis. Germaine
Greer, salah seorang feminis intelektual, menyatakan bahwa, “Bra adalah
sebuah ciptaan yang menggelikan".
Sebagai
dukungan atas pemikiran itu, banyak perempuan memutuskan untuk tak lagi
mengenakan bra. Sedikit banyak hal ini cukup memukul industri bra. Ida
Rosenthal, sang industrialis pakaian dalam, hanya menjawab dengan
santai, “Kita adalah sebuah demokrasi. Sah-sah saja kalau orang
berpakaian atau telanjang. Tapi setelah usia 35, bentuk tubuh perempuan
tak mendukungnya untuk tidak mengenakan bra. Waktu berpihak kepada
saya.” Belakangan kata-kata Ida itu terbukti ada benarnya.
Meski
sempat mengalami hambatan, industri bra terus berkembang. Apalagi
ketika Madonna mengenakan sebuah kostum bra yang meruncing di bagian
dada. Kostum itu dibuatkan khusus oleh perancang Prancis Jean-Paul
Gaultier untuk tur Blonde Ambition pada 1990.
Pada
awal abad ke-19, menutup dada belum jadi kelaziman di Indonesia.
Kebiasaan mengenakan kutang diperkenalkan Belanda. dalam novelnya,
Pangeran diponegoro, Remy Sylado menjelaskan asal-muasal istilah kutang.
Saat
itu, dalam proyek pembangunan jalan raya pos Anyer-Panarukan, Belanda
mempekerjakan budak perempuan dan laki-laki. don Lopez, seorang pejabat
Belanda, melihat budak perempuan bertelanjang dada. dia kemudian
memotong secarik kain putih dan memberikannya kepada salah seorang di
antara mereka sembari berkata dalam bahasa Prancis: “tutup bagian yang
berharga (coutant) itu.” Berkali-kali dia mengatakan “coutant.. coutant”
yang kemudian terdengar sebagai kutang oleh para pekerja.
Di
berbagai negara bra/BH disebut dengan cara berbeda-beda. di Prancis
penahan dada itu disebut soutien-gorge (penopang tenggorokan), di
Spanyol sujetar (menopang). di Jerman bustenhalter, di Swedia
bysthallare, dan di Belanda bustehouder–semuanya berarti penopang dada.
Sementara dalam bahasa Esperanto (Rusia) bra disebut mamzono yang
artinya sabuk dada.